Novel: Story in Coffee Cafe part 2 [Anak tak dikenal]
Selasa, 29 Januari 2013 | Selasa, Januari 29, 2013 | 0 comments
Bel tanda pulang berbunyi, semua anak keluar dari gedung skolah.
"Hmmm ... pulang-pulang makan es krim pasti enak. Panas banget sih, hari ini" pikir Mio selagi berjalan sendirian menuju rumahnya.
"Kakak ...!" panggil sebuah suara, kemudian Mio melihat kanan kiri, tapi tak ada siapa-siapa.
"Kakak ...!" panggil suara itu lagi. Mio mempercepat jalannya. Dia sedikit takut dengan suara itu, tapi selagi berjalan cepat ada yang menarik bajunya dari belakang.
Mio sedikit kaget, lalu membalikkan badannya. Terlihat seorang anak perempuan bertubuh kecil memanggilnya "Kakak ...."
Mio sempat bingung dan bertanya-tanya "Siapa anak ini? Mana orangtuanya?" Untuk menghilangkan rasa penasarannya Mio bertanya ke pada anak itu.
"Adek siapa? orangtuanya mana?" namun, anak itu hanya diam, dan Mio sempat mendengar perut anak itu berbunyi.
"Kamu lapar, ya?" tanya Mio lagi, anak itu mengangguk.
Lama-lama, Mio merasa kasihan dengan anak itu. Lalu, dia mengajaknya ke kafe KOS. Anak perempuan itu lumayan manis, rambutnya panjang dikuncir dua, kulitnya putih, dan badannya hanya setinggi pinggang Mio. "Ya, sudah deh, kita makan!" ajak Mio. Anak itu mulai tersenyum.
Sesampainya di kafe Mio lupa bawa kunci pintu belakang, akhirnya Mio menelpon Kak Ruslan yang sedang ada di suatu tempat.
"Faisal ... Sal ...," panggil Mio mencari Faisal, tapi nggak ada.
"Emmm ... Adek mau makan apa? Aku bikinin, deh," tanya Mio kepada anak itu.
"Emmm ... terserah Kakak."
Lalu, Mio mengambilkan menu mini di kafe KOS yang isi nya brownies dan minuman es krim. "Maaf ya, cuma ada ini, kami belum belanja."
"Makasih, Kak...," ucap anak itu.
"Adek namanya siapa?"
"Ah? Kakak sama sekali nggak berubah dari dulu, suka bercanda," kata anak itu tersenyum.
Mio semakin bingung dengan anak itu, tapi kebingungan itu agak menghilang setelah melihat anak itu makan dengan berantakan.
"Nih, tisu. Bersihkan mulutmu," kata Mio. "Mau aku suapin makannya?"
Anak itu tersenyum senang dan mengangguk gembira. Selagi Mio memberikan suapan terakhir kepada anak itu, anak itu berkata, "Sudah lama, ya, Kakak Mia nggak nyuapin aku. Emmm ... restoran ini juga nggak berubah, ya."
"Woyyy! Mio! Lo ngomong sama siapa?" tanya seseorang dari belakang. Mio membalikkan badannya dan melihat Faisal.
"Hah? Apa lo nggak lihat gue lagi ngomong sama d ...," Mio melihat ke arah bangku anak itu dan hanya bangku yang ada. "Lho, Dek? Kamu di mana?"
"Lo gila dasar, dari tadi gue ngeliat lo ngomong sama siapa tahu, nah ... terus siapa tuh, yang ngeluarin brownies? Cuci piring sana, gue nggak mau!" Faisal heran.
"Tapi, tadi ..."
"CUCI PIRING!" perintah Faisal.
"Kamu nggak ngerti! Aku mau cari anak itu!" kata Mio dengan bahasa halusnya, kemudian mengambil tas dan keluar kafe.
"Kenapa, sih?" tanya Faisal yang akhirnya mencuci piring sendiri.
Kira-kira sepuluh menitan Mio mencari anak itu di sekitar halaman kafe, Mio kira dia nggak bisa nemuin anak itu, tapi ..., "Kakak," suara itu datang lagi, "Aku ada di sini". Mio melihat ke arah kanannya, "Adek?" Mio melihat anak itu di bawah pohon rindang sambil tersenyum.
"Kak ... maaf ya, gara-gara aku Kak Faisal jadi marah. Tapi, aku yakin Kak Faisal marahnya nggak lama," ucap anak itu.
"Hah? Kok, kamu tahu nama dia Faizal?"
"Hahaha ...." Anak itu tertawa kecil, lalu berlari meninggalkan Mio sendirian sambil berkata, "Makasih ya, Kak Mia, makanannya!"
Lagi-lagi, anak itu manggil Mio dengan sebutan Mia. "Apa, sih, maksud anak itu?"
Mio akhirnya pulang kerumah dengan rasa penasaran yang besar. Siapa anak itu? Kenapa dia manggil aku Mia? Juga kenapa dia tahu nama Faisal? pikir Mio.
Sejenak, Mio berhenti sebentar di pinggir sungai sambil melihat matahari mulai tenggelam.
"Kenapa anak itu bicara Faisal marahnya nggak akan lama, waktu itu saja semenjak aku pindah ke sini Faisal kayaknya gimana gitu sama aku, tapi akhirnya baik juga, sih ..." Mio berkata kepada diri sendiri sambil melempar batu kecil ke sungai. "Terus aku masih heran, dia manggil aku Mia? Mia itu siapa?"
"Hahaha ...." Ada suara anak kecil tertawa, seperti suara anak itu, kemudian Mio melihat sosok banyangan anak kecil dikuncir dua dan beberapa kupu-kupu sedang berlari-larian di pantulkan sinar matahari.
Mio mencari anak itu, tapi hanya bayangannya yang ada ...
Ternyata ...
Siang hari esoknya, setelah pulang sekolah Mio langsung pergi ke kafe KOS karena hari ini semua kembali bekerja lagi. Sampai di kafe KOS, Mio melihat semua temannya sedang diskusi di ruang belakang.
"Wah ... lagi bicara apa, nih. Kok, aku nggak diajak?"
"Mio, sini deh! Kemarin kamu ketemu anak kecil?" tanya Kak Ruslan.
"Iya ... kok, Kakak tahu?"
"Tuh kan, jadi sedih deh, nginget Mia sama Ade," kata Fitri tiba-tiba.
"Mia? Kamu kenal dia?" tanya Mio kepada Fitri. Lalu, Kak Ruslan yang menjawab.
"Iya, kami semua kenal. Faisal sudah menceritakan semuanya kepada Kak Ruslan tentang kemarin."
"Oh ... maaf ya, Kak. Aku nggak nyuci piring sendiri," jawab Mio polos.
"Bukan, soal anak itu?" geleng Kak Ruslan.
"Lho, Kakak tahu? O, ya Kak, kenapa dia manggil aku Mia. Tahu tentang Faisal, dan tahu restoran ini?"
"Jadi ceritanya begini...
Terus, pas Kakak ngelihat kamu datang dari Jepang, Kakak rasa kamu bisa gantiin Mia. Pertamanya, sih ... Anggota KOS ngerasa nggak ada yang bisa gantiin Mia, apalagi Faisal, tapi selama kamu di sini mereka jadi bisa nerima kamu, kan?" jelas Kak Ruslan panjang lebar.
"Jadi, Ade itu sudah nggak ada?" tanya Mio yang nggak kerasa air matanya menetes, semua juga jadi terharu.
Kak Ruslan mengangguk "Iya, sudah-sudah jangan sedih. Ayo, semangat kerja!" bangkit Kak Ruslan.
Tiba-tiba, Dita datang sambil bernyanyi-nyanyi sendiri. Hari ini, dia pakai blouse merah, dalamnya hitam, celana ketat, sepatu hak tinggi, sama topi gaya di atasnya, terus melihat anggota KOS pada murung.
"Kenapa, nih? Kok, pada murung? Belum dapat gaji? Hahaha ...," tawa Dita.
"Tuh, kayak Dita, dong! Semangat! C'mon C'mon! Hari ini, Dita, Yolla, Imel, sama Rohani jadi koki. Ratna, Yanti, Rana, cuci piring. Sementara Mio, Sharul, Umar, Fitri, bersih-bersih ruangan, yang lain kerja di tempatnya masing-masing seperti biasa!" Kak Ruslan mulai bersemangat.
Selagi membersih kaca kafe Mio terus berpikir tentang Ade, Kalau dia sudah meninggal, kenapa aku bisa genggam tangannya kemarin? Dia bisa menarik bajuku, aku juga bisa nyuapin dia? pertanyaan itu selalu terbayang di pikiran Mio.
"Mio, ini alamat pemakaman Ade, sama ini buku para pekerja kafe," kata Kak Ruslan tiba-tiba datang.
Mio melihat foto Mia yang manis, juga melihat foto Ade yang persis sama anak yang kemarin, dan semua anggota KOS lagi bercanda-canda di kafe selagi bekerja.
"Kak, aku boleh izin nggak? Aku mau ke pemakaman Ade," pinta Mio, Kak Ruslan mengijinkan. Sebelum pulang, Mio menemui Faisal dulu di dekat dapur.
"Emmm ... Faisal maaf ya, kemarin aku keras kepala."
"Nggak apa-apa," jawab Faisal. "Kok, bawa tas?"
"Aku mau ke pemakaman Ade."
"Mau aku antar?"
"Eng ... terserah."
Lalu, Faisal mengantar Mio sampai di makam Ade sambil membawa bunga untuk Ade pastinya.
Mio pun berkata didepan makam Ade.
"Hai, aku ke sini cuma mau nganterin bunga dan mau ketemu kamu saja, mau nyampein aku sebenarnya bukan Mia, tapi Mio. Wajahku memang hampir mirip dengannya, tapi kita beda. Tapi, kalau kamu kangen sama Mia dan nggak tahu Mia ada di mana, temuin aku saja lagi, aku nggak keberatan," kata Mio dengan meneteskan air mata.
Diam-diam, Ade yang wujudnya sudah nggak kelihatan mengintip dari belakang pohon sambil tertawa kecil.
"Ayo, pulang!" ajak Faisal.
Tiba-tiba, ada pesawat kertas menabrak tubuh Mio, Mio langsung mengambil pesawat kertas itu dan membaca tulisan di dalamnya, "Makasih, Kak", Mio tahu pasti surat itu dari Ade.
Akhirnya, Mio dan Faisal kembali ke kafe dengan rasa tenang. Sesampainya di kafe, mereka dikejutkan oleh isi kafe yang jadi berantakan ibarat kapal pecah, "Ada apa ini?" tanya Faisal bingung.
"Kita lagi pesta lempar makanan, ayo ikut!" ajak Dean.
"Nggak, ah," tolak Faisal, tapi sebelum Faisal beranjak dari tempat berdirinya dia dilempar kue tar kecil oleh Dean. Semua tertawa kencang.
"Lho, pelanggan kemana?" tanya Mio.
"Sudah pada pulang, terus kita pesta, deh!" jawab Ratna.
Semua sangat gembira, mereka pun nyaris melupakan Mia dan Ade dengan keceriaannya itu.
"Hmmm ... pulang-pulang makan es krim pasti enak. Panas banget sih, hari ini" pikir Mio selagi berjalan sendirian menuju rumahnya.
"Kakak ...!" panggil sebuah suara, kemudian Mio melihat kanan kiri, tapi tak ada siapa-siapa.
"Kakak ...!" panggil suara itu lagi. Mio mempercepat jalannya. Dia sedikit takut dengan suara itu, tapi selagi berjalan cepat ada yang menarik bajunya dari belakang.
Mio sedikit kaget, lalu membalikkan badannya. Terlihat seorang anak perempuan bertubuh kecil memanggilnya "Kakak ...."
Mio sempat bingung dan bertanya-tanya "Siapa anak ini? Mana orangtuanya?" Untuk menghilangkan rasa penasarannya Mio bertanya ke pada anak itu.
"Adek siapa? orangtuanya mana?" namun, anak itu hanya diam, dan Mio sempat mendengar perut anak itu berbunyi.
"Kamu lapar, ya?" tanya Mio lagi, anak itu mengangguk.
Lama-lama, Mio merasa kasihan dengan anak itu. Lalu, dia mengajaknya ke kafe KOS. Anak perempuan itu lumayan manis, rambutnya panjang dikuncir dua, kulitnya putih, dan badannya hanya setinggi pinggang Mio. "Ya, sudah deh, kita makan!" ajak Mio. Anak itu mulai tersenyum.
Sesampainya di kafe Mio lupa bawa kunci pintu belakang, akhirnya Mio menelpon Kak Ruslan yang sedang ada di suatu tempat.
"Halo?" jawab Kak Ruslan.Telepon ditutup, kemudian Mio sambil menuntun anak itu masuk dari pintu belakang.
"Halo, Kak ini aku Mio, aku ada di depan kafe mau masuk, tapi lupa bawa kunci. Kakak ada di mana?"
"Wah ... Kakak lagi ada di kampus lagi pendaftaran. Tapi, tadi Faisal nelepon katanya dia ada di kafe siang ini, coba cari sepatunya ada nggak?"
Mio mencari-cari sepatu Faisal dan ternyata memang ada sepatunya.
"Oh ... iya, Kak. Aku lihat, makasih ya, Kak!"
"Faisal ... Sal ...," panggil Mio mencari Faisal, tapi nggak ada.
"Emmm ... Adek mau makan apa? Aku bikinin, deh," tanya Mio kepada anak itu.
"Emmm ... terserah Kakak."
Lalu, Mio mengambilkan menu mini di kafe KOS yang isi nya brownies dan minuman es krim. "Maaf ya, cuma ada ini, kami belum belanja."
"Makasih, Kak...," ucap anak itu.
"Adek namanya siapa?"
"Ah? Kakak sama sekali nggak berubah dari dulu, suka bercanda," kata anak itu tersenyum.
Mio semakin bingung dengan anak itu, tapi kebingungan itu agak menghilang setelah melihat anak itu makan dengan berantakan.
"Nih, tisu. Bersihkan mulutmu," kata Mio. "Mau aku suapin makannya?"
Anak itu tersenyum senang dan mengangguk gembira. Selagi Mio memberikan suapan terakhir kepada anak itu, anak itu berkata, "Sudah lama, ya, Kakak Mia nggak nyuapin aku. Emmm ... restoran ini juga nggak berubah, ya."
Apa? Mia? Siapa dia? Kenapa anak itu manggil aku Mia? pikir Mio.
"Woyyy! Mio! Lo ngomong sama siapa?" tanya seseorang dari belakang. Mio membalikkan badannya dan melihat Faisal.
"Hah? Apa lo nggak lihat gue lagi ngomong sama d ...," Mio melihat ke arah bangku anak itu dan hanya bangku yang ada. "Lho, Dek? Kamu di mana?"
"Lo gila dasar, dari tadi gue ngeliat lo ngomong sama siapa tahu, nah ... terus siapa tuh, yang ngeluarin brownies? Cuci piring sana, gue nggak mau!" Faisal heran.
"Tapi, tadi ..."
"CUCI PIRING!" perintah Faisal.
"Kamu nggak ngerti! Aku mau cari anak itu!" kata Mio dengan bahasa halusnya, kemudian mengambil tas dan keluar kafe.
"Kenapa, sih?" tanya Faisal yang akhirnya mencuci piring sendiri.
Kira-kira sepuluh menitan Mio mencari anak itu di sekitar halaman kafe, Mio kira dia nggak bisa nemuin anak itu, tapi ..., "Kakak," suara itu datang lagi, "Aku ada di sini". Mio melihat ke arah kanannya, "Adek?" Mio melihat anak itu di bawah pohon rindang sambil tersenyum.
"Kak ... maaf ya, gara-gara aku Kak Faisal jadi marah. Tapi, aku yakin Kak Faisal marahnya nggak lama," ucap anak itu.
"Hah? Kok, kamu tahu nama dia Faizal?"
"Hahaha ...." Anak itu tertawa kecil, lalu berlari meninggalkan Mio sendirian sambil berkata, "Makasih ya, Kak Mia, makanannya!"
Lagi-lagi, anak itu manggil Mio dengan sebutan Mia. "Apa, sih, maksud anak itu?"
Mio akhirnya pulang kerumah dengan rasa penasaran yang besar. Siapa anak itu? Kenapa dia manggil aku Mia? Juga kenapa dia tahu nama Faisal? pikir Mio.
Sejenak, Mio berhenti sebentar di pinggir sungai sambil melihat matahari mulai tenggelam.
"Kenapa anak itu bicara Faisal marahnya nggak akan lama, waktu itu saja semenjak aku pindah ke sini Faisal kayaknya gimana gitu sama aku, tapi akhirnya baik juga, sih ..." Mio berkata kepada diri sendiri sambil melempar batu kecil ke sungai. "Terus aku masih heran, dia manggil aku Mia? Mia itu siapa?"
"Hahaha ...." Ada suara anak kecil tertawa, seperti suara anak itu, kemudian Mio melihat sosok banyangan anak kecil dikuncir dua dan beberapa kupu-kupu sedang berlari-larian di pantulkan sinar matahari.
Mio mencari anak itu, tapi hanya bayangannya yang ada ...
Ternyata ...
Siang hari esoknya, setelah pulang sekolah Mio langsung pergi ke kafe KOS karena hari ini semua kembali bekerja lagi. Sampai di kafe KOS, Mio melihat semua temannya sedang diskusi di ruang belakang.
"Wah ... lagi bicara apa, nih. Kok, aku nggak diajak?"
"Mio, sini deh! Kemarin kamu ketemu anak kecil?" tanya Kak Ruslan.
"Iya ... kok, Kakak tahu?"
"Tuh kan, jadi sedih deh, nginget Mia sama Ade," kata Fitri tiba-tiba.
"Mia? Kamu kenal dia?" tanya Mio kepada Fitri. Lalu, Kak Ruslan yang menjawab.
"Iya, kami semua kenal. Faisal sudah menceritakan semuanya kepada Kak Ruslan tentang kemarin."
"Oh ... maaf ya, Kak. Aku nggak nyuci piring sendiri," jawab Mio polos.
"Bukan, soal anak itu?" geleng Kak Ruslan.
"Lho, Kakak tahu? O, ya Kak, kenapa dia manggil aku Mia. Tahu tentang Faisal, dan tahu restoran ini?"
"Jadi ceritanya begini...
Mia itu adalah pelayan sebelum kamu Mio, dia sangat mirip denganmu. Makanya, setelah Mia pindah kami memilih kamu untuk menggantikannya. Sifat Mia baik, dia juga cantik, Faisal pun pernah senang dengannya, dia punya adik bernama Ade, mereka berdua sangat akrab, Ade juga akrab dengan semua pelayan KOS, dengan tingkah lakunya yang lucu membuat semua pelayan KOS yang tadinya boring sama pelanggan jadi tertawa. Tapi, kejadian itu nggak berlangsung lama ... Semenjak orangtua Mia cerai dua tahun dengan ayahnya, Mia dan Ade nggak mau berpisah. Mia dengan ibunya, Ade dengan ayahnya, Mia dan Ade nggak mau berpisah. Pada suatu saat, Ade berniat menerjunkan dirinya di sungai, dia berkata 'Kalau ibu sama ayah nggak mau rujuk, aku mau nyeburin diri!' Mia sama kamu bareng-bareng bujuk Ade, tapi nggak berhasil, sampai-sampai ibu dan ayah Mia pura-pura rujuk dan baikan demi anaknya. Setelah itu, Ade mulai luluh, tapi sebelum turun dari tanggul sungai, Ade di terkam buaya dari belakang dan berteriak "Kak Mia!!!" Semua orang sedih jika mengingatnya. Dari kejadian itu, orangtua Mia sadar cerai itu nggak baik untuk anaknya dan mereka rujuk sungguhan, juga ... karena nggak mau mengingat kejadian itu lagi setelah Ade pergi, Mia dan orangtuanya pindah ke London. Setelah kepergian Mia kita anggota KOS sedih, termasuk Faisal dengan pindahnya Mia jadi sering marah-marah, Fitri jadi sering bolos kerja karna nggak ada Ade lagi.
Terus, pas Kakak ngelihat kamu datang dari Jepang, Kakak rasa kamu bisa gantiin Mia. Pertamanya, sih ... Anggota KOS ngerasa nggak ada yang bisa gantiin Mia, apalagi Faisal, tapi selama kamu di sini mereka jadi bisa nerima kamu, kan?" jelas Kak Ruslan panjang lebar.
"Jadi, Ade itu sudah nggak ada?" tanya Mio yang nggak kerasa air matanya menetes, semua juga jadi terharu.
Kak Ruslan mengangguk "Iya, sudah-sudah jangan sedih. Ayo, semangat kerja!" bangkit Kak Ruslan.
Tiba-tiba, Dita datang sambil bernyanyi-nyanyi sendiri. Hari ini, dia pakai blouse merah, dalamnya hitam, celana ketat, sepatu hak tinggi, sama topi gaya di atasnya, terus melihat anggota KOS pada murung.
"Kenapa, nih? Kok, pada murung? Belum dapat gaji? Hahaha ...," tawa Dita.
"Tuh, kayak Dita, dong! Semangat! C'mon C'mon! Hari ini, Dita, Yolla, Imel, sama Rohani jadi koki. Ratna, Yanti, Rana, cuci piring. Sementara Mio, Sharul, Umar, Fitri, bersih-bersih ruangan, yang lain kerja di tempatnya masing-masing seperti biasa!" Kak Ruslan mulai bersemangat.
Selagi membersih kaca kafe Mio terus berpikir tentang Ade, Kalau dia sudah meninggal, kenapa aku bisa genggam tangannya kemarin? Dia bisa menarik bajuku, aku juga bisa nyuapin dia? pertanyaan itu selalu terbayang di pikiran Mio.
"Mio, ini alamat pemakaman Ade, sama ini buku para pekerja kafe," kata Kak Ruslan tiba-tiba datang.
Mio melihat foto Mia yang manis, juga melihat foto Ade yang persis sama anak yang kemarin, dan semua anggota KOS lagi bercanda-canda di kafe selagi bekerja.
"Kak, aku boleh izin nggak? Aku mau ke pemakaman Ade," pinta Mio, Kak Ruslan mengijinkan. Sebelum pulang, Mio menemui Faisal dulu di dekat dapur.
"Emmm ... Faisal maaf ya, kemarin aku keras kepala."
"Nggak apa-apa," jawab Faisal. "Kok, bawa tas?"
"Aku mau ke pemakaman Ade."
"Mau aku antar?"
"Eng ... terserah."
Lalu, Faisal mengantar Mio sampai di makam Ade sambil membawa bunga untuk Ade pastinya.
Mio pun berkata didepan makam Ade.
"Hai, aku ke sini cuma mau nganterin bunga dan mau ketemu kamu saja, mau nyampein aku sebenarnya bukan Mia, tapi Mio. Wajahku memang hampir mirip dengannya, tapi kita beda. Tapi, kalau kamu kangen sama Mia dan nggak tahu Mia ada di mana, temuin aku saja lagi, aku nggak keberatan," kata Mio dengan meneteskan air mata.
Diam-diam, Ade yang wujudnya sudah nggak kelihatan mengintip dari belakang pohon sambil tertawa kecil.
"Ayo, pulang!" ajak Faisal.
Tiba-tiba, ada pesawat kertas menabrak tubuh Mio, Mio langsung mengambil pesawat kertas itu dan membaca tulisan di dalamnya, "Makasih, Kak", Mio tahu pasti surat itu dari Ade.
Akhirnya, Mio dan Faisal kembali ke kafe dengan rasa tenang. Sesampainya di kafe, mereka dikejutkan oleh isi kafe yang jadi berantakan ibarat kapal pecah, "Ada apa ini?" tanya Faisal bingung.
"Kita lagi pesta lempar makanan, ayo ikut!" ajak Dean.
"Nggak, ah," tolak Faisal, tapi sebelum Faisal beranjak dari tempat berdirinya dia dilempar kue tar kecil oleh Dean. Semua tertawa kencang.
"Lho, pelanggan kemana?" tanya Mio.
"Sudah pada pulang, terus kita pesta, deh!" jawab Ratna.
Semua sangat gembira, mereka pun nyaris melupakan Mia dan Ade dengan keceriaannya itu.
Posting Komentar
Anda sopan, kami pun segan.