Novel: Story in Coffee Cafe Part 1 [Anak Baru]
Senin, 28 Januari 2013 | Senin, Januari 28, 2013 | 0 comments
"Mio ... Mio, cepat buat kopi susu untuk meja nomor dua empat!"
"Mio, tambah gula untuk meja delapan!"
"Mio, ambilkan susu, dong!"
"Iya ... iya ... sabar, dong! Memangnya tanganku banyak!" keluh Mio sambil membuat kopi pesanan.
"Parah tuh ibu-ibu, cerewet banget! Aku disuruh kasih susu ke kopinya, tapi pas dikasih, dia ngoceh!" keluh Moudy setelah melayani pelanggan sambil membawa nampan.
"Psssttt!!! sudah, diem! Nih, antar kopi ini ke meja nomor dua empat, gulanya ke meja nomor delapan. Lalu, kamu beli susu ke supermarket sebelah dan susunya kasih kepada Yolla!" perintah Mio yang sudah kecapean melayani pelanggan siang itu.
Dia melirik jam bekernya yang menunjukan pukul dua belas siang kurang tiga detik. "Satu ... dua ... tiga! Yes! Istirahat!" Mio membuka celemeknya dan keluar kafe melewati pintu belakang, tapi sebelum itu dia memajang kertas kecil bertuliskan 'Mio istirahat' di meja dapurnya.
"Ngapain di sini? Sana kerja!" kata seseorang di bawah pohon rindang di belakang kafe.
"Sendirinya ngapain?! Ini, kan, waktu istirahatku, berarti waktunya bebas." Mio membela dirinya.
"Santai ... aku, kan, Bos di sini jadi terserah mau ngapain," balas orang itu. Dia adalah Faisal, cucu dari pemilik gedung restoran---masih kecil, tapi sombong banget.
Seharian Mio, Yolla, Moudy, bekerja di kafe dan si Bos, julukan untuk Faisal, hanya melihat-lihat teman-temannya melayani dua puluh lima meja. Sementara Dean hanya bekerja di kasir, menghitung uang, jadi nggak cape-cape banget.
"Ah, pokoknya, besok aku mau libur ... mau tidur-tiduran! Shooping ke mal! Emmm ... pasti menyenangkan," bayang Mio sambil mengelap meja.
"Iya nih, aku mau main internet di warnet lagi," ucap Moudy membawa piring dan gelas kotor ke dapur. "Sekalian nyari Pungky, hehehe ...."
"Aku sih, mau buat pesta piyama di rumahku, mau ikut nggak? Kalian boleh datang, kok," tambah Yolla sambil mengepel. Mio dan Moudy tersenyum, "Mau!"
"Aku boleh ikut, nggak?" tanya Dean yang tiba-tiba ikut berbicara.
"Yeee ... situ siapa? Bukan muhrim!" Moudy tertawa kecil.
"Sudah, ah, kita main Play Station saja dirumahku, ada yang baru, lho!" ajak Faisal yang tumben-tumbennya menyapu.
"Oke, deh!" jawab Dean.
"Halo semuanya, lagi bersih-bersih, nih?" yanya seorang kakak laki-laki turun dari tangga, dia adalah Kak Ruslan.
"Iyalah," jawab Faisal.
"Ada apa, Kak? Tumben keluar dari tempat misterius Kakak," tanya Yolla dengan manis.
Sebelum Kak Ruslan menjawab, datanglah sekelompok tim Coffee Cafe KOS bersamaan.
"Lho ... ngapain kalian ke sini? Hari ini bukan waktu kerja kalia, kan?" tanya Mio.
"Tau ... kita di-SMS Kak Ruslan, ya sudah datang," jawab Rana. "Ada apa sih, Kak?" tanya Rana kepada Kak Ruslan.
"Semua kumpul! Jadi gini, kalian akan dapat teman klub baru, tapi kalian harus cari teman itu sendiri."
"Lho ... dia yang mau kenalan, kok, kita yang nyari? Malez ...," sela Yanti.
"Jangan sela pembicaraan orang!" kata Rohani dengan tegas. "Lanjut, Kak."
"Sebenarnya anak itu sudah mau datang, tapi Kakak cegah ... karena Kakak mau coba melatih kesabaran kalian lagi," lanjut Kak Ruslan.
"Carinya gimana?" Tanya Yolla.
"Ketik reg spasi Kak Ruslan," canda Kak Ruslan. "Ya nggaklah, kalian harus cari dimana anak itu berada. Nih, petanya!" jawab Kak Ruslan memberi sebuah kertas.
"Hahaha ... yah Kakak, ini mah peta rumahku!" seru Mio.
"Terus, apa lucunya?" tanya Bimo ketus. "Emmm ... kita ngapain, Kak ke rumah Mio? Kalau dikasih angpao, sih, mau," ucap Bimo.
"Anak itu rumahnya dekat rumah Mio," jawab Kak Ruslan.
"Hah! Jangan-jangan anak yang baru pindah kemarin, kalau nggak salah namanya Dita ...," Mio mengingat-ingat. "Iya, namanya Dita!" yakin Mio.
"Kamu sudah kenal orangnya?" tanya Rana.
"Belum."
"Ya, sudah gampang, deh. Mio sudah tahu orangnya, kan? Cari saja sekarang," usul Umar.
"Yakin mau cari sekarang?" tanya Kak Ruslan. "Kalau begitu, kalian punya waktu semalam untuk cari dia. Kalau nggak bisa semalaman kalian dihukum. O, ya, jangan lupa cari informasi Dita yang lengkap!"
"Hah? Ho! Kok, cuma semalam, Kak? Nggak mau, ah!" tolak Moudy.
"Sudah terima saja, daripada dikurangin, Mou? Besok libur, kan?" kata Rana sambil memegang pundak Moudy.
Malam-malam, menuju rumah Dita ....
"Males banget, sih, disuruh keliling malam-malam," keluh Yolla.
"Tahu nih, aturan kan, kita malam mingguan, malam ini juga waktunya ngikutin Pungky ke mana dia pergi!" tambah Moudy.
"Ngapain lo ngikutin Pungky?" tanya Pepen sok gaul.
"That's my secret!" jawab Moudy.
"Emang Dita itu kayak gimana sih, Mi? Kamu sudah kenal belum?" tanya Imel kepada Mio.
"Emmm ... kalau nggak salah dia anak orang kaya, rumahnya besar, anaknya lumayanlah waktu aku lihat sekilas."
"Lumayan? Lumayan apa?" tanya Rana lagi.
Mio menangkat pundak.
"Woooyyy .... Pada nggak sadar apa? Kita sudah sampai rumah Mio nih, ini kan, rumahnya?" kata Ferdin menunjuk rumah Mio.
"O, iya, terus rumahnya yang mana, Mio?" tanya Laely. Semua pun mendongak ke arah Mio.
"Ini ...."
Sebuah rumah yang cukup besar, tapi ... kok kayak nggak ada orangnya?
"Sudah yuk, pencet belnya saja!" ajak Sharul. "Tapi, siapa yang mencet?"
"Si Bos saja yang pencet," usul Pepen, dan mendorong Faisal ke dekat bel.
"Lah, kok gue?"
"Lo kan, Bos! Sudah cepat, pencet doang susah!" jawab Yanti yang sudah sibuk menangkap nyamuk yang mau gigit kakinya. "Cepat, gue sudah gatal nih, kaki digigitin nyamuk."
Tingtong.
Tak lama kemudian, keluar mbak-mbak dari rumah tersebut.
"Ada apa, Dek?" tanyanya.
"Ini rumah Dita, ya, Mbak? Emmm ... Dita-nya ada, nggak?" tanya Faisal.
"Oh ... Dita. Dita lagi pergi sama temannya, tapi sebentar lagi pulang, kok. Silahkan masuk!"
Mereka semua pun masuk. Mereka melihat isi rumah Dita yang bagus.
"Aduh Mbak, nggak perlu repot-repot," ucap Rohani saat si Mbak memberikan minum. "Kita di sini cuma sebentar, kok."
Si Mbak hanya tersenyum. Tak lama kemudian, ada mobil datang, "Itu Dita, Dek."
Dari mobil keluar anak berambut segi nungging pendek, dengan membawa belanjaan yang agak banyak.
"Kalian siapa, ya?" tanya Dita sambil memberikan barang belanjaannya kepada si Mbak.
"Kita dari Coffee Cafe KOS, dari Kak Ruslan," jawab Ratna memperkenalkan dirinya. "Aku Ratna."
"Oh ... jadi, kalian yang mau jadi rekan kerja gue? Oke, gue Anissa Dita Priska Dewi, panggilang Dita. Hobi belanja, cita-cita model, tanggal lahir delapan februari. Alasan gue mau bantuin kerja di Coffe Cafe KOS, karena gue mau nyoba jadi pelayan. Gue juga mau jadi mandiri, selama gue tinggal disini," jelas Dita panjang lebar.
"Nggak nanya?" bisik Tono yang sudah bete sama omongannya Dita kepada Ferdin.
"Ya, sudah cuma itu yang kita mau dengar dari lo. Kita pamit," kata Rohani bangun dari duduk.
Setelah keluar dari rumah Dita, para anggota klub itu berkumpul di rumah Mio yang bersebelahan.
"Gila tuh anak ngomongnya lebay banget, 'oke gue Anissa Dita, blablabla ....' Sok dewasa gitu," ucap Moudy kesal.
"Tau ih, ngomongnya tuo! Hehehe ... tapi, kuenya enak," tambah Yanti.
"Sudahlah. Mungkin depannya saja kayak gitu, hatinya siapa tahu baik," kata Bella menenangkan susasana.
"Ya, sudah yuk pulang, sudah malam nih, gue takut!" Moudy memakai sandalnya.
"Ya, sudah deh, Mio. Kita pulang dulu, ya."
Pagi yang cerah pun datang, Mio bangun dari tidurnya karena handphone-nya berbunyi, "Ahhh ... aku lupa matiin HP kalau tidur. Iiih ... siapa, sih!" katanya kesal. SMS itu dari Rana yang isinya,
Tapi, sebelum menempelkan kepalanya ke bantal lagi, Mio dikagetkan dengan suara musik kencang di sebelah rumahnya, tepatnya di rumah Dita. "Haduh, pagi-pagi sudah ngonjrang-nganjring, gimana siang? Hah! Bodo! Awas lho, ntar siang gue balas."
Mio pun datang ke kafe dengan muka suntuk, melas gitu, deh ....
"Ngapa lo? Dateng-dateng muka dilipet? belum di setrika? Sini, gue setrikain!" lata Dean yang lagi gosok di dekat kasir.
"Au, ah! Lo juga ngapain? Nyetrika dekat kasir. Aneh," jawab Mio.
"Di belakang, colokannya rusak jadi di sini saja, mumpung kasir lagi mati."
Kemudian , Kak Ruslan turun dari tangga, "Mana yang lain?"
"Tuh, di taman belakang. Lagi lari-larian," jawab Dean yang masih sibuk nyetrika.
"Lho, Mio? Kok, suntuk gitu mukanya?" tanya Kak Ruslan.
"Nggak tahu, Kak," jawab Mio singkat.
"Emmm ... Mio, tolong panggilin semuanya, dong, di belakang!" pinta Kak Ruslan.
"Ya," jawab Mio sambil menuju taman belakang, setelah sampai Mio pun langsung berteriak, "SEMUANYA! DIPANGGIL KAK RUSLAN!!!" Dan Mio masuk ke kafe lagi tanpa rasa berdosa.
"Mio kenapa, sih?" bisik Ratna kepada Imel.
"Tahu," jawab Imel mengangkat pundak, lalu masuk ke dalam kafe.
"Semuanya sudah ketemu Dita, kan?" Kak Ruslan memulai pembicaraan.
"Sudah. Iiih, najong banget orangnya. Nama gue Anissa Dita, uweeek!!!" Yanti mempraktikkan gaya omongan Dita tadi malam.
"Biarkan, dan hari ini dia akan bekerja disini, kalian juga!" kata Kak Ruslan meninggalkan anggota KOS.
"Ha? Tapi, Kak ...," sebelum Laely melanjutkan kata-katanya ada mobil Van datang dengan 'seorang perempuan' di dalamnya, siapa lagi kalau bukan Dita, sang anak Baru itu, pakainnya mengikuti gaya sporty, dengan kacamata hitam di kepalanya. Dia memakai baju biru, dengan tambahan jaket biru tua yang mengelilingi pinggangnya.
"Kenapa? Ada masalah? Yuk, mulai kerja!" kata Dita melihat semua anggota KOS.
"What? Kita kerja hari ini?" tanya Yolla. "Ogah deh, ibarat lembur gitu? Di dalam kamus YOLANDA RAHMADIANA ALFIANITA, nggak ada kata lembur."
"Hei ... hei ... sudahlah kerja saja, memang apa salahnya kerja pada hari Minggu? Santai saja kali," kata Faisal nenangin suasana yang bete.
"Bagi lo santai, abgi kita nggak!" bantah Moudy. "Lo, kan, ngeliatin doang."
"Iya, deh hari ini, gue bantuin kalian kerja," kata Faisal pasrah.
Tiba-tiba, Sharul mengambil sapu dan mulai menyapu.
"Rul, lo ngapain? Kita harus demo, jangan mau kerja hari minggu. Setelah menjalankan kewajiban harus menuntut hak, dong! Sini, sapunya!" ucap Umar sok pintar.
"Bodo, kalau Kak Ruslan sudah bersabda, kita nggak bisa ngelawan, lo mau?" kata Sharul menarik sapunya kembali dari tangan Umar.
Sementara semuanya berdebat "nggak mau kerja hari minggu", Dita malah asyik nyisir rambutnya sambil ngaca pakai kaca kecil di meja.
"Tuh lihat, deh, Dita," tunjuk Ratna.
"Kenapa? sudah santai saja," jawab Bella.
"Bell, lo kenapa, sih? Dari kemarinm lo tenang mulu. Padahal, lo kan, kalau ada anak baru paling getol nyari informasi tuh anak. Sekarang, lo kenapa diam gini? Jangan-jangan kesurupan," tebak Ratna.
Dan Bella cuma tersenyum misterius.
"Mio, tambah gula untuk meja delapan!"
"Mio, ambilkan susu, dong!"
"Iya ... iya ... sabar, dong! Memangnya tanganku banyak!" keluh Mio sambil membuat kopi pesanan.
"Parah tuh ibu-ibu, cerewet banget! Aku disuruh kasih susu ke kopinya, tapi pas dikasih, dia ngoceh!" keluh Moudy setelah melayani pelanggan sambil membawa nampan.
"Psssttt!!! sudah, diem! Nih, antar kopi ini ke meja nomor dua empat, gulanya ke meja nomor delapan. Lalu, kamu beli susu ke supermarket sebelah dan susunya kasih kepada Yolla!" perintah Mio yang sudah kecapean melayani pelanggan siang itu.
Dia melirik jam bekernya yang menunjukan pukul dua belas siang kurang tiga detik. "Satu ... dua ... tiga! Yes! Istirahat!" Mio membuka celemeknya dan keluar kafe melewati pintu belakang, tapi sebelum itu dia memajang kertas kecil bertuliskan 'Mio istirahat' di meja dapurnya.
"Ngapain di sini? Sana kerja!" kata seseorang di bawah pohon rindang di belakang kafe.
"Sendirinya ngapain?! Ini, kan, waktu istirahatku, berarti waktunya bebas." Mio membela dirinya.
"Santai ... aku, kan, Bos di sini jadi terserah mau ngapain," balas orang itu. Dia adalah Faisal, cucu dari pemilik gedung restoran---masih kecil, tapi sombong banget.
Seharian Mio, Yolla, Moudy, bekerja di kafe dan si Bos, julukan untuk Faisal, hanya melihat-lihat teman-temannya melayani dua puluh lima meja. Sementara Dean hanya bekerja di kasir, menghitung uang, jadi nggak cape-cape banget.
"Ah, pokoknya, besok aku mau libur ... mau tidur-tiduran! Shooping ke mal! Emmm ... pasti menyenangkan," bayang Mio sambil mengelap meja.
"Iya nih, aku mau main internet di warnet lagi," ucap Moudy membawa piring dan gelas kotor ke dapur. "Sekalian nyari Pungky, hehehe ...."
"Aku sih, mau buat pesta piyama di rumahku, mau ikut nggak? Kalian boleh datang, kok," tambah Yolla sambil mengepel. Mio dan Moudy tersenyum, "Mau!"
"Aku boleh ikut, nggak?" tanya Dean yang tiba-tiba ikut berbicara.
"Yeee ... situ siapa? Bukan muhrim!" Moudy tertawa kecil.
"Sudah, ah, kita main Play Station saja dirumahku, ada yang baru, lho!" ajak Faisal yang tumben-tumbennya menyapu.
"Oke, deh!" jawab Dean.
"Halo semuanya, lagi bersih-bersih, nih?" yanya seorang kakak laki-laki turun dari tangga, dia adalah Kak Ruslan.
"Iyalah," jawab Faisal.
"Ada apa, Kak? Tumben keluar dari tempat misterius Kakak," tanya Yolla dengan manis.
Sebelum Kak Ruslan menjawab, datanglah sekelompok tim Coffee Cafe KOS bersamaan.
"Lho ... ngapain kalian ke sini? Hari ini bukan waktu kerja kalia, kan?" tanya Mio.
"Tau ... kita di-SMS Kak Ruslan, ya sudah datang," jawab Rana. "Ada apa sih, Kak?" tanya Rana kepada Kak Ruslan.
"Semua kumpul! Jadi gini, kalian akan dapat teman klub baru, tapi kalian harus cari teman itu sendiri."
"Lho ... dia yang mau kenalan, kok, kita yang nyari? Malez ...," sela Yanti.
"Jangan sela pembicaraan orang!" kata Rohani dengan tegas. "Lanjut, Kak."
"Sebenarnya anak itu sudah mau datang, tapi Kakak cegah ... karena Kakak mau coba melatih kesabaran kalian lagi," lanjut Kak Ruslan.
"Carinya gimana?" Tanya Yolla.
"Ketik reg spasi Kak Ruslan," canda Kak Ruslan. "Ya nggaklah, kalian harus cari dimana anak itu berada. Nih, petanya!" jawab Kak Ruslan memberi sebuah kertas.
"Hahaha ... yah Kakak, ini mah peta rumahku!" seru Mio.
"Terus, apa lucunya?" tanya Bimo ketus. "Emmm ... kita ngapain, Kak ke rumah Mio? Kalau dikasih angpao, sih, mau," ucap Bimo.
"Anak itu rumahnya dekat rumah Mio," jawab Kak Ruslan.
"Hah! Jangan-jangan anak yang baru pindah kemarin, kalau nggak salah namanya Dita ...," Mio mengingat-ingat. "Iya, namanya Dita!" yakin Mio.
"Kamu sudah kenal orangnya?" tanya Rana.
"Belum."
"Ya, sudah gampang, deh. Mio sudah tahu orangnya, kan? Cari saja sekarang," usul Umar.
"Yakin mau cari sekarang?" tanya Kak Ruslan. "Kalau begitu, kalian punya waktu semalam untuk cari dia. Kalau nggak bisa semalaman kalian dihukum. O, ya, jangan lupa cari informasi Dita yang lengkap!"
"Hah? Ho! Kok, cuma semalam, Kak? Nggak mau, ah!" tolak Moudy.
"Sudah terima saja, daripada dikurangin, Mou? Besok libur, kan?" kata Rana sambil memegang pundak Moudy.
Malam-malam, menuju rumah Dita ....
"Males banget, sih, disuruh keliling malam-malam," keluh Yolla.
"Tahu nih, aturan kan, kita malam mingguan, malam ini juga waktunya ngikutin Pungky ke mana dia pergi!" tambah Moudy.
"Ngapain lo ngikutin Pungky?" tanya Pepen sok gaul.
"That's my secret!" jawab Moudy.
"Emang Dita itu kayak gimana sih, Mi? Kamu sudah kenal belum?" tanya Imel kepada Mio.
"Emmm ... kalau nggak salah dia anak orang kaya, rumahnya besar, anaknya lumayanlah waktu aku lihat sekilas."
"Lumayan? Lumayan apa?" tanya Rana lagi.
Mio menangkat pundak.
"Woooyyy .... Pada nggak sadar apa? Kita sudah sampai rumah Mio nih, ini kan, rumahnya?" kata Ferdin menunjuk rumah Mio.
"O, iya, terus rumahnya yang mana, Mio?" tanya Laely. Semua pun mendongak ke arah Mio.
"Ini ...."
Sebuah rumah yang cukup besar, tapi ... kok kayak nggak ada orangnya?
"Sudah yuk, pencet belnya saja!" ajak Sharul. "Tapi, siapa yang mencet?"
"Si Bos saja yang pencet," usul Pepen, dan mendorong Faisal ke dekat bel.
"Lah, kok gue?"
"Lo kan, Bos! Sudah cepat, pencet doang susah!" jawab Yanti yang sudah sibuk menangkap nyamuk yang mau gigit kakinya. "Cepat, gue sudah gatal nih, kaki digigitin nyamuk."
Tingtong.
Tak lama kemudian, keluar mbak-mbak dari rumah tersebut.
"Ada apa, Dek?" tanyanya.
"Ini rumah Dita, ya, Mbak? Emmm ... Dita-nya ada, nggak?" tanya Faisal.
"Oh ... Dita. Dita lagi pergi sama temannya, tapi sebentar lagi pulang, kok. Silahkan masuk!"
Mereka semua pun masuk. Mereka melihat isi rumah Dita yang bagus.
"Aduh Mbak, nggak perlu repot-repot," ucap Rohani saat si Mbak memberikan minum. "Kita di sini cuma sebentar, kok."
Si Mbak hanya tersenyum. Tak lama kemudian, ada mobil datang, "Itu Dita, Dek."
Dari mobil keluar anak berambut segi nungging pendek, dengan membawa belanjaan yang agak banyak.
"Kalian siapa, ya?" tanya Dita sambil memberikan barang belanjaannya kepada si Mbak.
"Kita dari Coffee Cafe KOS, dari Kak Ruslan," jawab Ratna memperkenalkan dirinya. "Aku Ratna."
"Oh ... jadi, kalian yang mau jadi rekan kerja gue? Oke, gue Anissa Dita Priska Dewi, panggilang Dita. Hobi belanja, cita-cita model, tanggal lahir delapan februari. Alasan gue mau bantuin kerja di Coffe Cafe KOS, karena gue mau nyoba jadi pelayan. Gue juga mau jadi mandiri, selama gue tinggal disini," jelas Dita panjang lebar.
"Nggak nanya?" bisik Tono yang sudah bete sama omongannya Dita kepada Ferdin.
"Ya, sudah cuma itu yang kita mau dengar dari lo. Kita pamit," kata Rohani bangun dari duduk.
Setelah keluar dari rumah Dita, para anggota klub itu berkumpul di rumah Mio yang bersebelahan.
"Gila tuh anak ngomongnya lebay banget, 'oke gue Anissa Dita, blablabla ....' Sok dewasa gitu," ucap Moudy kesal.
"Tau ih, ngomongnya tuo! Hehehe ... tapi, kuenya enak," tambah Yanti.
"Sudahlah. Mungkin depannya saja kayak gitu, hatinya siapa tahu baik," kata Bella menenangkan susasana.
"Ya, sudah yuk pulang, sudah malam nih, gue takut!" Moudy memakai sandalnya.
"Ya, sudah deh, Mio. Kita pulang dulu, ya."
Pagi yang cerah pun datang, Mio bangun dari tidurnya karena handphone-nya berbunyi, "Ahhh ... aku lupa matiin HP kalau tidur. Iiih ... siapa, sih!" katanya kesal. SMS itu dari Rana yang isinya,
Datang ke kafe pukul delapan, nggak pake telat, disuruh Kak Ruslan."Ih ... ada apa, sih? masih pukul tujuh? Tidur lagi, ah bentar."
Tapi, sebelum menempelkan kepalanya ke bantal lagi, Mio dikagetkan dengan suara musik kencang di sebelah rumahnya, tepatnya di rumah Dita. "Haduh, pagi-pagi sudah ngonjrang-nganjring, gimana siang? Hah! Bodo! Awas lho, ntar siang gue balas."
Mio pun datang ke kafe dengan muka suntuk, melas gitu, deh ....
"Ngapa lo? Dateng-dateng muka dilipet? belum di setrika? Sini, gue setrikain!" lata Dean yang lagi gosok di dekat kasir.
"Au, ah! Lo juga ngapain? Nyetrika dekat kasir. Aneh," jawab Mio.
"Di belakang, colokannya rusak jadi di sini saja, mumpung kasir lagi mati."
Kemudian , Kak Ruslan turun dari tangga, "Mana yang lain?"
"Tuh, di taman belakang. Lagi lari-larian," jawab Dean yang masih sibuk nyetrika.
"Lho, Mio? Kok, suntuk gitu mukanya?" tanya Kak Ruslan.
"Nggak tahu, Kak," jawab Mio singkat.
"Emmm ... Mio, tolong panggilin semuanya, dong, di belakang!" pinta Kak Ruslan.
"Ya," jawab Mio sambil menuju taman belakang, setelah sampai Mio pun langsung berteriak, "SEMUANYA! DIPANGGIL KAK RUSLAN!!!" Dan Mio masuk ke kafe lagi tanpa rasa berdosa.
"Mio kenapa, sih?" bisik Ratna kepada Imel.
"Tahu," jawab Imel mengangkat pundak, lalu masuk ke dalam kafe.
"Semuanya sudah ketemu Dita, kan?" Kak Ruslan memulai pembicaraan.
"Sudah. Iiih, najong banget orangnya. Nama gue Anissa Dita, uweeek!!!" Yanti mempraktikkan gaya omongan Dita tadi malam.
"Biarkan, dan hari ini dia akan bekerja disini, kalian juga!" kata Kak Ruslan meninggalkan anggota KOS.
"Ha? Tapi, Kak ...," sebelum Laely melanjutkan kata-katanya ada mobil Van datang dengan 'seorang perempuan' di dalamnya, siapa lagi kalau bukan Dita, sang anak Baru itu, pakainnya mengikuti gaya sporty, dengan kacamata hitam di kepalanya. Dia memakai baju biru, dengan tambahan jaket biru tua yang mengelilingi pinggangnya.
"Kenapa? Ada masalah? Yuk, mulai kerja!" kata Dita melihat semua anggota KOS.
"What? Kita kerja hari ini?" tanya Yolla. "Ogah deh, ibarat lembur gitu? Di dalam kamus YOLANDA RAHMADIANA ALFIANITA, nggak ada kata lembur."
"Hei ... hei ... sudahlah kerja saja, memang apa salahnya kerja pada hari Minggu? Santai saja kali," kata Faisal nenangin suasana yang bete.
"Bagi lo santai, abgi kita nggak!" bantah Moudy. "Lo, kan, ngeliatin doang."
"Iya, deh hari ini, gue bantuin kalian kerja," kata Faisal pasrah.
Tiba-tiba, Sharul mengambil sapu dan mulai menyapu.
"Rul, lo ngapain? Kita harus demo, jangan mau kerja hari minggu. Setelah menjalankan kewajiban harus menuntut hak, dong! Sini, sapunya!" ucap Umar sok pintar.
"Bodo, kalau Kak Ruslan sudah bersabda, kita nggak bisa ngelawan, lo mau?" kata Sharul menarik sapunya kembali dari tangan Umar.
Sementara semuanya berdebat "nggak mau kerja hari minggu", Dita malah asyik nyisir rambutnya sambil ngaca pakai kaca kecil di meja.
"Tuh lihat, deh, Dita," tunjuk Ratna.
"Kenapa? sudah santai saja," jawab Bella.
"Bell, lo kenapa, sih? Dari kemarinm lo tenang mulu. Padahal, lo kan, kalau ada anak baru paling getol nyari informasi tuh anak. Sekarang, lo kenapa diam gini? Jangan-jangan kesurupan," tebak Ratna.
Dan Bella cuma tersenyum misterius.
Posting Komentar
Anda sopan, kami pun segan.